Lombok Barat – Polemik sengketa tanah yang digunakan sebagai Kantor Desa Terong Tawah Dusun Muhajirin, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat, semakin memanas. Merasa kecewa dengan ketidakpastian pembayaran atas tanah tersebut, ahli waris almarhum Amaq Sata melakukan aksi simbolis dengan menanam pohon pisang di halaman kantor desa sebagai bentuk protes.

Aksi ini berlangsung damai dengan pemasangan spanduk di pintu masuk kantor desa. Para ahli waris juga menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya sebagai bentuk nasionalisme dalam memperjuangkan hak mereka. Upaya mediasi pun dilakukan dengan melibatkan pemerintah desa, perwakilan kecamatan, Polsek, Polres, Badan Keamanan Desa, serta elemen masyarakat lainnya.
Ahli waris menegaskan bahwa mereka memiliki putusan Mahkamah Agung RI (Reg. No. 3250K/Pdt./1987) yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah), yang menetapkan bahwa tanah tersebut merupakan hak waris peninggalan almarhum Amaq Sata. Mereka mempertanyakan alasan pemerintah yang terus menunda pembayaran dengan berbagai janji yang tidak pasti.
Para ahli waris juga menantang pihak atau oknum yang mengklaim memiliki sertifikat atau Akta Jual Beli (AJB) atas tanah tersebut untuk membuktikan keabsahannya di mata hukum.
“Jika ada pihak yang mengklaim tanah ini miliknya, tunjukkan bukti sahnya! Jika ada sertifikat atau AJB yang diterbitkan di atas putusan Mahkamah Agung, kami akan melaporkan sesuai hukum yang berlaku,” ujar perwakilan ahli waris dengan tegas.
Dalam tuntutannya, ahli waris meminta pembayaran sebesar Rp1,5 miliar untuk lahan seluas 10 are, berdasarkan harga tanah saat ini yang mencapai Rp120 juta per are.
Menanggapi tuntutan tersebut, Kepala Desa Terong Tawah, Muhammad Waris Zainal, S.Pd., menyatakan bahwa persoalan ini terjadi di masa pemerintahan sebelumnya. Namun, ia menegaskan bahwa penyelesaian sengketa harus mengikuti prosedur hukum yang berlaku. “Kami tidak ingin ada kesalahpahaman.
Penyelesaian sengketa ini harus mengikuti prosedur hukum. Kami akan menunggu putusan pengadilan sebagai langkah final,” ujarnya.
Meskipun terjadi aksi protes, dan kami menghimbau kepada masyarakat pelayanan di Kantor Desa Terong Tawah tetap berjalan normal, sesuai jam kerja yang berlaku.
Para ahli waris mengancam akan terus melakukan aksi protes jika pemerintah tidak segera menyelesaikan pembayaran atau mengosongkan lahan tersebut.
“Kami hanya ingin keadilan. Jika pemerintah tidak bisa membayar, silakan kosongkan kantor desa dari tanah kami!” ujar salah satu ahli waris dengan nada tegas. Mereka juga menegaskan bahwa batas waktu somasi yang telah mereka layangkan tidak mendapat tanggapan, yang mereka anggap sebagai bentuk pengabaian dari pihak pemerintah.
Dengan aksi simbolis seperti menanam pohon pisang di halaman Kantor Desa, ahli waris ingin menegaskan bahwa mereka tidak akan tinggal diam. Kini, publik menanti langkah konkret dari pemerintah dalam menyelesaikan sengketa ini secara adil dan sesuai hukum yang berlaku.”NN-02
Sumber :www.kompas86.com